IDI dan Kesenjangan Gender dalam Kedokteran: Mendorong Kepemimpinan Perempuan di Profesi. (Isu kesetaraan gender dalam profesi medis)
Meskipun jumlah perempuan yang menempuh pendidikan kedokteran dan berpraktik sebagai dokter terus meningkat, isu kesenjangan gender dalam profesi medis masih menjadi perhatian serius, terutama terkait posisi kepemimpinan dan jenjang karier. Perempuan seringkali menghadapi tantangan unik yang menghambat kemajuan mereka. Dalam upaya menciptakan kesetaraan yang lebih besar, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memiliki peran vital dalam mendorong kepemimpinan perempuan di profesi kedokteran.
Secara global, data menunjukkan bahwa meskipun perempuan mendominasi jumlah lulusan sekolah kedokteran di banyak negara, representasi mereka di posisi senior, seperti direktur rumah sakit, dekan fakultas kedokteran, atau ketua organisasi profesi, masih jauh dari proporsional. Hambatan yang sering dihadapi meliputi bias gender yang tersembunyi, kurangnya kesempatan mentorship, konflik antara tuntutan karier dan peran domestik, serta budaya kerja yang belum sepenuhnya mendukung kesetaraan gender.
IDI, sebagai organisasi yang mewadahi seluruh dokter di Indonesia, memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk mengatasi kesenjangan ini. Pertama, IDI dapat memulai dengan melakukan analisis data internal untuk memahami sejauh mana kesenjangan gender ini terjadi di berbagai tingkatan kepengurusan dan komite. Data yang akurat adalah fondasi untuk merumuskan strategi yang efektif.
Kedua, IDI perlu menciptakan program mentorship dan pengembangan kepemimpinan yang secara khusus menargetkan dokter perempuan. Program ini dapat menghubungkan dokter perempuan muda dengan mentor senior yang dapat memberikan bimbingan karier, berbagi pengalaman, dan membantu menavigasi tantangan profesional. Pelatihan kepemimpinan yang relevan juga penting untuk membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan.
Ketiga, IDI harus menjadi advokat bagi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di lingkungan kerja. Ini mencakup mendorong fasilitas kesehatan dan institusi pendidikan untuk menerapkan kebijakan cuti melahirkan yang fleksibel, fasilitas penitipan anak, dan lingkungan kerja yang bebas dari diskriminasi dan pelecehan.
Keempat, IDI dapat secara aktif mempromosikan dan menominasikan dokter perempuan yang kompeten untuk posisi-posisi strategis di dalam organisasi maupun di forum-forum eksternal. Dengan menyoroti keberhasilan dan kontribusi dokter perempuan, IDI tidak hanya memberikan inspirasi, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata terhadap kesetaraan. Dengan langkah-langkah proaktif ini, IDI dapat menjadi agen perubahan yang kuat dalam mewujudkan profesi kedokteran yang lebih inklusif dan merata bagi semua anggotanya, tanpa memandang gender.