Membangun Kepercayaan Publik: Strategi Komunikasi IDI di Era Disinformasi Kesehatan

Di tengah lautan informasi digital, disinformasi dan hoaks kesehatan telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Dari mitos pengobatan alternatif hingga teori konspirasi seputar vaksin atau penyakit, berita palsu ini dapat menyesatkan publik dan membahayakan nyawa. Dalam menghadapi gelombang disinformasi ini, membangun kepercayaan publik menjadi tugas esensial bagi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang menuntut strategi komunikasi yang cerdas dan adaptif.

Disinformasi kesehatan menyebar dengan kecepatan tinggi, seringkali diperkuat oleh algoritma media sosial dan bias konfirmasi. Dampaknya fatal: masyarakat menjadi ragu terhadap rekomendasi medis berbasis bukti, enggan mencari pengobatan yang tepat, dan bahkan mengambil tindakan yang berbahaya. Ini mengikis kepercayaan terhadap institusi kesehatan dan profesional medis, termasuk dokter.

IDI, sebagai otoritas profesi medis tertinggi di Indonesia, memiliki peran krusial dalam melawan arus disinformasi ini. Pertama, IDI harus menjadi sumber informasi yang akurat dan terpercaya. Ini berarti secara proaktif mengeluarkan pernyataan resmi, pedoman, dan klarifikasi yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan bukti medis terkini. Komunikasi harus jelas, ringkas, dan mudah dipahami oleh masyarakat umum, menghindari jargon medis yang rumit.

Kedua, IDI perlu mengadopsi strategi komunikasi multi-platform. Tidak cukup hanya melalui situs web atau siaran pers. IDI harus hadir aktif di berbagai kanal media sosial populer (Facebook, Instagram, X, TikTok), memanfaatkan format visual (infografis, video pendek), dan berkolaborasi dengan influencer atau content creator kesehatan yang kredibel. Membangun kemitraan dengan media massa juga penting untuk menyebarkan informasi yang benar secara luas.

Ketiga, IDI harus membangun kapasitas dokter sebagai komunikator kesehatan. Melatih dokter untuk menjadi penyampai pesan yang efektif, mampu menjelaskan konsep medis yang kompleks dengan sederhana, serta merespons pertanyaan pasien dan publik dengan empati dan kesabaran, akan sangat membantu. Ketika setiap dokter menjadi duta kebenaran ilmiah, kepercayaan publik akan terbangun dari akar rumput.

Terakhir, IDI perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain, seperti pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan platform teknologi, untuk mengidentifikasi dan memerangi disinformasi secara sistematis. Dengan strategi komunikasi yang terencana dan konsisten, IDI dapat kembali menempatkan dokter sebagai garda terdepan kepercayaan publik di era yang penuh tantangan ini, demi kesehatan dan keselamatan seluruh bangsa.